HM, Banda Aceh - Badan Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP) Aceh menyatakan prihatin dengan maraknya peredaran
narkoba di Aceh, apalagi dengan melibatkan kaum perempuan sebagai kurir. Hal tersebut dikatakan Kepala BNNP Aceh,
Brigjen Pol Faisal Abdul Naser dalam acara coffee
morning bersama puluhan wartawan di Kantor BNNP Aceh di Banda Aceh, Senin
(18/12). Faisal mengungkapkan dalam waktu belakangan ini, baik di Aceh maupun
daerah lainnya tersangka yang sering tertangkap membawa sabu-sabu adalah kaum
hawa, dan itu paling sering terjadi di Aceh.
Ditambahkannya masalah narkoba di Aceh
sudah sangat mengkhawatirkan, letak geografis dan kesuburan tanah Aceh juga
bisa disalahfungsikan untuk penyelundupan dan penyebar luasan narkoba.
Pemusnahan barang bukti narkoba pada tanggal 24 Agustus 2017 yang dilakukan
Polda Aceh 1.800 kg ganja kering, 750 batang pohon ganja dan 10.000 gram sabu
sebutnya.
BNNP Aceh telah melakukan operasi
penangkapan serta pemutusan jaringan sindikat narkoba di Aceh selama tahun 2017
paparnya. “Salah satu upaya untuk memutuskan persedaran narkoba, membuat Aceh bebas
narkoba dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat Aceh, “ ujar Faisal.
Menurutnya kearifan lokal merupakan benteng terkuat masyarakat yang memiliki
peranan penting dalam upaya mencegah, dan memberantas penyalahgunaan serta peredaran
narkoba di daerah Aceh. Apalagi Aceh terkenal dengan syariat Islam maka akan
dilibatkan juga MPU untuk mengeluarkan fatwa haram menerima sumbangan dari
hasil penjualan narkoba, karena ada yang menyumbang untuk mesjid, ungkapnya.
Salah
satu kawasan yang sanga dikenal sebagai kebun ganja terbesar di Aceh adalah
kawasan Lamteuba Blang Tingkeum Aceh Besar. Sudah sering aparat melakukan
pemusnahan tanaman ganja di Lamteuba namun sepertinya ganja sulit musnah di
kawasan pedalaman tersebut. Oleh karena itu pihaknya ingin kawasan yang sudah
dikenal sebagai kebun ganja, mengajak masyarakatnya untuk merubah menjadi kebun
tanaman produktif.
Lebih
lanjut dia menggambarkan suatu saat Lamteuba bisa menjadi seperti Doi Tung di
Thailand. Dulunya kawasan ini dikenal dengan segi emas kebun opium terbesar,
namun dengan tekad yang kuat dan dukungan dari berbagai masyarakat kini Doi
Tung menjadi kebun tanaman produktif, walaupun memerlukan waktu lumayan lama
sekitar 30 tahun. Saat ini sudah dilakukan langkah awal berupa sosialisasi yang
melibatkan lahan seluas 20 ha di Lamteuba yang rencananya akan ditanami jagung,
demikian tandas Faisal.
Menariknya
kata Faisal ada sejumlah tahanan narkoba yang keluar dari penjara mendukung
rencana tersebut hingga terkumpul lahan seluas 300 ha. “Untuk mewujudkan
rencana tersebut juga akan dibawa beberapa orang untuk langsung menngunjungi
Doi Tung. Yang dulunya kawasan menyeramkan kini menjadi tempat pariwisata di
Thailand. Tidak hanya jagung bisa juga merambah tanaman lainnya, “ tuturnya di
ujung perbincangan. (Soraya).