Banda Aceh-Sebanyak 32 dari 63 Aparatur Sipil Negara (ASN) Simeulue yang dinonjobkan dalam mutasi akhir Maret lalu resmi menggugat bupati setempat, Erly Hasyim, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh. Gugatan itu didaftarkan oleh kuasa hukum pelapor, Muhammad Riza Maulana SH.
Gugatan tersebut berkaitan dengan tindakan Bupati Simeulue yang menonjobkan ASN di lingkungan Pemkab Simeulue. Sebanyak 32 aparatur sipil negara (ASN) di Simeulue menempuh jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena telah dinonjobkan oleh Bupati Simeulue Erly Hasyim secara sewenang-wenang tanpa melalui prosedur yang berlaku.
Lantas bagaimana Erly Hasyim menyikapi polemik hangat yang masih bergulir di Simeulue tersebut ? Berikut ini petikan wawancara Harian Moslem bersama Bupati Simeulue Erly Hasyim, saat dijumpai di sela-sela acara pembukaan Musrenbang RKPA 2018 di Gedung Utama DPRA di Banda Aceh pada Senin, 16 April 2018.
Apa alasan melakukan nonjob kepada 32 ASN di Simeulue ?
Bahwa memang dalam efektivitas dan maksimalisasi program pemerintah daerah, kita harus melakukan sebuah gerakan untuk bisa melahirkan sebuah kekuatan birokrasi yang mumpuni.
Maka dengan itu Undang-Undang bisa memberikan amanah setiap daerah, kita bisa melakukan rotasi itu paling cepat dalam waktu 6 bulan. Itu saya lakukan pada 7 bulan sekian, dan setelah saya lakukan evaluasi, maka itu memang suatu kebutuhan. Keharusan bagi kita untuk melakukan rotasi.
Memang kita berharap bahwa orang, yang akan menjabarkan program visi misi kepala daerah yang tentunya juga yang seirama. Harus memiliki visi yang sama, dan kita anggap itu adalah mereka yang bisa maksimal memahami visi misi kepala daerah.
Tidak mungkin bagi orang yang tidak sepaham dengan kita, bisa menjabarkan program kita. Itulah yang menjadi salah satu target capaian kita sehingga program kita bisa berjalan.
Visi dan misi kita itu bisa menjembatani. Bisa dilihat karena kita perlu orang yang memang mampu menyelesakan persoalan-persoalan kita. Ketika kita memberika amanah kepada orang yang tidak sesuai pemahaman kita, maka tidak bisa menjalankan tugas dengan lebih baik. Walaupun dia cerdas dilihat orang, niat itu tidak kembali pada keberhasilan kita, jadi saya pikir itu.
Kita menilai pada penilaian kita sudah pasti kapasitas. Ada ijazah palsu, tidak perlu sebutkan itu. Ada orang diantara mereka itu punya persoalan hukum yang memang sedang proses penanganan. Penilaian kerja mereka selama dalam genggaman kekuatan pada saat itu, memang sedang proses penanganan.
Walaupun diantara mereka ada yang prestasi kerjanya bagus ?
Sebenarnya itu kan penilaian kita. Setiap kepala daerah itu sudah pasti kan menilai. Setiap orang memahami bahwa mungkin mampu menurut dia. Tapi yang menilai dia itu bukan kita, yang menilai kita adalah orang.
Maka ketika saya diberikan amanah sebagai kepala daerah, maka hak untuk menilai siapa yang bisa mendampingi saya. Siapa yang akan bisa memberikan kontribusi percepatan-percepatan apa yang menjadi start kita..
Apakah karena faktor like dan dislike ?
Oh... tidak ada urusan dengan itu. Kita ingin 5 tahun ke depan itu kita lebih maksimal.
Mengapa kemudian mereka melakukan gugatan ?
Saya tidak tahu soal itu, karena mereka belum memberikan surat kepada kita apa alasannya, yang jelas alasannya karena mereka merasa dirugikan.
Bagaimana tanggapannya ketika mereka melakukan gugatan ?
Silahkan saja, itu hak mereka. Tapi sampai hari ini saya belum menerima undangan dari PTUN untuk bisa menanggapi apa yang mereka lakukan kepada saya.
Apakah sudah siap menghadapi proses gugatan ?
Saya siap dan bahkan saya sudah komunikasikan ini dengan Bang Yusril (Yusril Ihza Mahendra-red) dan Tim Bang Yusril akan mendampingi.
Soraya