Dalam sebuah perjalanan pekan lalu saat mengunjungi daerah bercana Gempa di Manee- Geumpang Kabupaten Pidie, ketika sedang di kilo meter 29 jalan menuju Tangse, tanpa sengaja mata melirik sebuah bangunan kayu.
Disisi nya tampak satu unit bangunan permanen, rasa ingin tahu membuat saya mendekat, bertanya pada penduduk setempat, perbincangan membuka dialog kecil antara kami, ternyata rekan bicara saya adalah tokoh masyarakat di tempat itu.
Dari pembicaran dengan dirinya saya tahu, tempat singgahan itu tidak lain adalah sebuah Pesantren di desa Beungga, SAFINATUSSALAMAH AL-AZIZIAH namanya, kemudian lelaki bernama Tgk. Burhan Aji itu mulai bercerita, menguraikan asal muasal berdirinya sebuah pesantren di desa Beungga.
Kata dia, pada tahun 1984 lalu, beberapa orang tua memikirkan nasib generasi muda usia sekolah, belum ada tempat pengajian menuntut ilmu agama, sa,at itu, lalu mereka yang tinggal di dua desa Beungga dan Polo ie, sepakat membangun lembaga pendidikan dayah.
Atas swadaya masyarakat kedua desa itu, terbangunlah sebuah balai berukuran 8 x 15 meter, tepat di samping mesjid tua, “ dari sinilah kami mengatar anak untuk mengaji, “ lalu kami mencari Tgk.ngaji, kebetulan ada Tgk. Syahbuddin, dialah yang mula-mula membuka hati para anak usia sekolah untuk mengaji, kata Burhan Aji.
Perlahan-lahan, kata Tgk.Burhan, pada tahun kedua tergerak hati para dermawan membangun bilik asrama, untuk para santri me nginap,” karena kalau anak pulang malam ke rumah jauh, desa kami jarang penduduk,” kata Burhan Aji.
Baru pada tahun 2010 ada program PNPM mengkucurkan dana 169 juta rupiah, terbangunlah satu unit ruang belajar, satu ruang kantor, urai Burhan, kini pesantren , SAFINATUSSALAMAH AL-AZIZIAH sudah memiliki 250 santri dari berbagai usia, kata dia.
Disamping pengajian untuk anak-anak, disana juga dibuka majelis taklim, dalam pengajian terhadap orang dewasa, pada dua desa secara bergiliran, dipimpin Tgk.H.Muhammad Yunus Hanafi yang disapa dengan nama Abon Pandrah, ujar Burhan Aji.
Bukhari,S.Pd
Disisi nya tampak satu unit bangunan permanen, rasa ingin tahu membuat saya mendekat, bertanya pada penduduk setempat, perbincangan membuka dialog kecil antara kami, ternyata rekan bicara saya adalah tokoh masyarakat di tempat itu.
Dari pembicaran dengan dirinya saya tahu, tempat singgahan itu tidak lain adalah sebuah Pesantren di desa Beungga, SAFINATUSSALAMAH AL-AZIZIAH namanya, kemudian lelaki bernama Tgk. Burhan Aji itu mulai bercerita, menguraikan asal muasal berdirinya sebuah pesantren di desa Beungga.
Kata dia, pada tahun 1984 lalu, beberapa orang tua memikirkan nasib generasi muda usia sekolah, belum ada tempat pengajian menuntut ilmu agama, sa,at itu, lalu mereka yang tinggal di dua desa Beungga dan Polo ie, sepakat membangun lembaga pendidikan dayah.
Atas swadaya masyarakat kedua desa itu, terbangunlah sebuah balai berukuran 8 x 15 meter, tepat di samping mesjid tua, “ dari sinilah kami mengatar anak untuk mengaji, “ lalu kami mencari Tgk.ngaji, kebetulan ada Tgk. Syahbuddin, dialah yang mula-mula membuka hati para anak usia sekolah untuk mengaji, kata Burhan Aji.
Perlahan-lahan, kata Tgk.Burhan, pada tahun kedua tergerak hati para dermawan membangun bilik asrama, untuk para santri me nginap,” karena kalau anak pulang malam ke rumah jauh, desa kami jarang penduduk,” kata Burhan Aji.
Baru pada tahun 2010 ada program PNPM mengkucurkan dana 169 juta rupiah, terbangunlah satu unit ruang belajar, satu ruang kantor, urai Burhan, kini pesantren , SAFINATUSSALAMAH AL-AZIZIAH sudah memiliki 250 santri dari berbagai usia, kata dia.
Disamping pengajian untuk anak-anak, disana juga dibuka majelis taklim, dalam pengajian terhadap orang dewasa, pada dua desa secara bergiliran, dipimpin Tgk.H.Muhammad Yunus Hanafi yang disapa dengan nama Abon Pandrah, ujar Burhan Aji.
Bukhari,S.Pd