Lhokseumawe-Puluhan remaja putri berseragam abu-abu terlihat duduk bersila disebuah balai kayu, pagi itu sepertinya mereka tidak sedang belajar, tampaknya kedatangan saya tepat saat jam istirahat, saya melihat tingkah remaja itu, pembicaraan sesama mereka hampir tidak terdengar, walau jarak antara saya dan mereka tidak begitu jauh.
Celoteh para remaja itu menarik perhatian , tetapi saya urungkan niat untuk mendekat, menyapa juga tidak saya lakukan, hanya foto mereka yang dapat saya ambil sebagai gambaran aktivitas Dayah Terpadu Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha, Cot Murong, Aceh Utara.
Lepas dari foto mereka, saya bergerak lebih kedalam, menemui seorang ustad, meminta izin untuk mengambil beberapa foto dayah terpadu, kemudian saya mendekati sebuah bala kayu seukuran 8 x 15 meter, diatasnya sekitar dua puluhan remaja pria sedang berbicara, beberapa orang diantara mereka terlihat senang ketika di foto, mereka lalu minta di foto lagi.
Melewati sebuah trotoar berlantai semen, saya mendekat kesebuah bangunan memanjang berlantai dua, disanalah para santri Dayah Cot Murong menimba ilmu umum disiang hari, di depan saya terlihat dua orang guru pria, terlalu jauh untuk saya menyapa, jadinya saya hanya mengambil beberapa foto.
Di kejauhan sebelah utara, saya mendengar tawa kecil remaja putri di depan pintu kelas, mereka sepertinya melihat aneh kehadiran saya disitu, dilantai atas belasan remaja pria beseragam biru putih melambai, minta juga di foto, begitulah fenomena ratusan santri yang sedang menuntut ilmu agama dan ilmu umum dan agama di pesantren terpadu.
Dayah Al-Madinatuddiniyah terletak di jalan Negara Banda Aceh-Medan, tepatnya di desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, bangunannya terlihat mencolok dari jalan raya, nuansa tradisional segera terlihat setelah mata memandang balai-balai kayu, yang berdiri menghadap jalan, disanalah para santri itu mengupas kitab-kitab Fiqh, Tauhid danTtasawuf.
Tahun ini ada 920 santri belajar di dayah terpadu Cot Murong, sebuah nama yang sering disebut warga saat mengantar anak mereka ke dayah Al-Madinatuddinyah Syamsuddhuha, yang letaknya memang di desa Cot Murong, mereka belajar diatas areal sekitar 4 ha, disanalah siang dan malam para santri itu berjibaku dengan ilmu agama dan ilmu dunia.
Dipandu oleh 120 guru madrasah dan 50 guru dayah, para santri belajar setiap hari hingga malam, kecuali hari Jum,at yang diliburkan, dipagi hari mereka belajar di madrasah selama 7 jam, dilanjutkan malam hari belajar ilmu agama selama 3 jam dari para Teungku di dayah terpadu.
Dari pimpinan Dayah Cot Murong Tgk.H.Marwan Kamaruddin,S.Ag, saya mendapat penjelasan bahwa semua santri diasramakan, meski pada dasarnya setiap santri belajar disitu dengan biaya sendiri, tetapi hampir semua santri mendapat bea siswa, baik dari pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat.
Tgk.Marwan memberitahu saya, para santri disana belajar dari kelas 1 hingga kelas 6, mereka belajar di dalam 20 lokal dan balai kayu, berbagai kitab dipelajari oleh para anak usia SMP dan SMA itu, seperti kitab Mattan Takrib, kitab Ianahtut talibin, kitab Taqlim Mu,taddin dan berbagai kitab yang dipelajari pada dayah Salafi lainnya di Aceh.
Pesantren terpadu ini dikatakan Tgk.Marwan mengggunakan 2 kurikulum, untuk madrasah menggunakan kurikulum pendidikan umum nasional, sementara untuk Dayah menggunakan kurikulum Dayah Salafi di Aceh.
Sampai kini Dayah Al-Madinatuddiniyah Syamsuddhuha sudah mewisuda lebih 1500 santri, dalam 16 angkatan, mereka sebagian melanjutkan ilmu ke Mesir, Sudan, Malaysia dan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, diantara mereka ada yang sudah menjadi Direktur STAI Al Muslim, kata Tgk Marwan di akhir pembicaraan.
tarmizi alhagu.