Jakarta-Bagi warga
Jabodetabek tentu tidak asing dengan bangunan Menara Saidah, tinggi menjulang
di Jalan MT Haryono Jakarta Timur. Sewaktu berdomisili di Bogor hampir setiap
minggu saya melewati gedung ini. Dari Stasiun Bogor saat menuju Jakarta, saya
transit di Stasiun Cawang yang letaknya persis di belakang gedung tersebut.
Dulu
sebelum muncul Bus Transjakarta saya selalu menunggu bus kota di depan Menara
Saidah. Bahkan tukang ojek duduk di batu beton depan gedung, dan menjadikannya sebagai
pangkalan ojek. Ketika melihat gedung megah tersebut, saya juga sudah heran
mengapa gedung dibiarkan terbengkalai tidak berpenghuni, padahal letaknya
sangat strategis.
Penampakan menara dari depan
(Foto : Soraya)
Tampak
sesekali burung-burung walet berterbangan di sela-sela jendela kaca menara. Bangunan
tersebut bernuansa Romawi dengan patung prajurit, dan patung singa berwarna
putih di depannya. Bagian lobi menara dihiasi pilar-pilar tinggi dan besar ala
Romawi. Pilar dicat hijau, namun kini tampak luntur dan kusam sama seperti
dinding luar menara.
Seiring
berjalannya waktu, sedikit demi sedikit misteri tentang sepinya Menara Saidah
mulai terkuak. Informasi pertama yang saya dengar bahwa di gedung tersebut kerap
terjadi penampakan berupa kuntilanak memakai baju berwarna merah.
Salah satu patung prajurit bergaya romawi
(Foto : Soraya)
Maka
ketika malam tiba sambil menunggu kereta yang lewat ke arah Bogor saya sesekali
menatap gedung itu. Namun yang terlihat hanya sebuah siluet gedung tinggi yang
gelap, tanpa ada satu pun berkas sinar di tengah gemerlapnya Kota Jakarta.
Sampai
kemudian tidak jauh dari situ didirikan Halte Cawang, semakin banyak komuter
(pengguna kereta api) yang turun di Stasiun Cawang untuk menyambung busway.
Semakin banyak cerita yang saya dengar, seperti bahwa dulunya ada seorang gadis
yang meninggal tertabrak kereta api di Stasiun Cawang.
Penampakan gedung dari bawah ke atas
(Foto : Soraya)
Hingga
terbesit kabar bahwa tanah tempat didirikannya Menara Saidah sebelumnya
merupakan kuburan warga, dan banyak jenazah yang tidak dipindahkan. Hingga kini
cerita itu masih kerap terdengar, dan sampai saat ini juga Menara Saidah tetap
terbengkalai. Bahkan dijadikan lokasi tantangan buat komunitas pemburu hantu.
Kini
Menara Saidah menjadi buah bibir ketika sang pemilik gedung Fahmi Darmawansyah,
yakni suami Inneke Koesherawaty yang baru-baru ini tertangkap oleh KPK atas
kasus suap Kepala Lapas Sukamiskin, Bandung. Fahmi memiliki menara ini dari
orang tuanya, keluarga Saidah.
Tampak menjulang tinggi di Jalan MT Haryono
(Foto : Soraya)
Sekarang
Fahmi Darmawansyah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap
fasilitas mewah di dalam sel Lapas Sukamiskin. Suami Inneke Koesherawati itu
dijebloskan ke Lapas Sukamiskin karena menyuap pejabat Badan Keamanan Laut
(Bakamla), terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
Tidak
hanya sampai disitu, selain soal hantu, Menara Saidah juga dikabarkan
bangunannya miring. Banyak masyarakat yang melihat konstruksi bangunan Menara
Saidah ini tidak lurus. Namun pihak pembangun gedung Hutama Karya sempat membantahnya.
Menara
Saidah mulai dibangun pada 1995 dan rampung pada 1998. Awalnya menara tersebut
bernama Gedung Gracindo. Pemilik pertama gedung tersebut adalah PT Mustika Ratu
atas nama Moeryati Sudibyo.
Gedung
tersebut awalnya memiliki 18 lantai. Kemudian, menara dilelang pada 1995 dan dimenangkan
oleh Keluarga Saidah. Kepemilikan jatuh ke Fajri Setiawan, anak kelima Keluarga
Saidah.
Gedung
Gracindo berubah nama menjadi Menara Saidah dan kemudian direnovasi, seperti
penambahan jumlah lantai menjadi 28. Awalnya banyak kantor perusahaan yang menyewa
dan menempati menara tersebut. Setelah Fajri Setiawan meninggal, kepemilikan
gedung jatuh ke anak bungsu Saidah Abu Bakar Ibrahim, yakni Fahmi Darmawansyah.
Sejak
2007, menara tersebut tidak difungsikan, dan dibiarkan dalam keadaan kosong
hingga saat ini. Alasannya karena pondasi gedung tidak tegak berdiri dan miring
beberapa derajat, sehingga dianggap berbahaya. Lantas apakah masih ada misteri
lain yang menyusul Menara Saidah ?
Soraya/dbs