Banda Aceh-Persatuan Tenaga
Ahli Konsultan Indonesia (Pertahkindo) Aceh menyelenggarakan Musyawarah Daerah
(Musda) pertama di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh pada Senin, 16 Juli 2018. Acara
tersebut diikuti 50 peserta anggota tenaga ahli konsultan dari seluruh Aceh.
Yudi
Kurnia SE terpilih sebagai Ketua Pertahkindo Aceh untuk periode pertama. Dia terpilih
secara aklamasi, setelah anggota Musda menunjuk dirinya secara langsung sebagai
ketua. Aceh sendiri menjadi provinsi ke 8 dibentuknya Pertahkindo daerah.
Yudi
yang ditemui media ini mengatakan bahwa tenaga-tenaga ahli yang bergerak di
bidang jasa konstruksi, maupun konsultan konstruksi perlu ditingkatkan kapasitasnya.
Ditambahkannya dari sisi sumber daya manusia, akan dibuat pelatihan untuk peningkatan
keterampilan.
“Potensi
tenaga ahli konsultan di Aceh sangat besar sebenarnya, apalagi dalam regulasi
pemerintah ke depan setiap pelaksanaan pekerjaan memakai tenaga-tenaga ahli yang
harus memiliki sertifikat keahlian. Pertahkindo hadir untuk sama-sama memberikan
sertifikasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga ahli, “ ujarnya.
Kegiatan
Musda I Pertahkindo Aceh dibuka langsung oleh Plt Gubernur Aceh, Ir H Nova Iriansyah MT. Dalam sambutannya Nova mengatakan turut
mendukung Pertahkindo Aceh dengan memberikan arahan untuk meningkatkan
kemampuan profesional, khususnya dalam bidang infrastruktur. Lebih lanjut dia
menyebutkan peningkatan profesional merupakan bagian dari inovasi, untuk melahirkan
sesuatu yang baru bagi jasa konstruksi.
Sementara
itu, Ketua DPP Pertahkindo Aris Wimaruta, memaparkan agar tenaga ahli konsultan
ke depan memiliki sertifikat SKT, sebagai syarat untuk bekerja di instansi
pemerintah maupun swasta. Menurutnya adanya serfitikat dapat menunjukkan
kualifikasi bagi peningkatan kapasitas seseorang, ada jenjang kualifikasi dan
memiliki standar kapasitas, sehingga memiliki posisi tawar lebih tinggi.
“Harapannya
Pertahkindo Aceh bisa berpartisipasi membantu masyarakat profesional minimal
SLTA dan sarjana ke atas, bersertifikat tenaga ahli dan tenaga terampil,
pembinaan untuk jenjang karir. Tenaga ahli di Aceh perlu dikembangkan pada era
digital, perlu keahlian, maka ke depan ini perlu usaha yang siap berjuang, hingga
ke taraf internasional, “ urainya.
Soraya