Banda Aceh-Palang Merah
Indonesia (PMI) Aceh menyelenggarakan Musyawarah Kerja Provinsi yang dibuka di Anjong
Mon Mata pada Selasa malam (18/12), yang berlangung selama 3 hari pada 18-21
Desember 2018.
Acara
diikuti oleh puluhan relawan PMI seluruh Aceh, dan dibuka oleh Staf Ahli Setda Aceh
Bidang Keistimewaan Aceh, Sumber Daya Manusia dan Hubungan Kerjasama Dr
Iskandar AP.
Dalam
sambutannya, Iskandar mengatakan peran PMI bagi masyarakat Aceh sangat penting
apalagi daerah ini dikenal sebagai salah satu kawasan rawan bencana.
“Kita
tentu tidak berharap bencana akan kembali melanda Aceh. Tapi manakala bencana
itu datang kita harus siap melakukan langkah-langkah penanggulangan yang cepat.
PMI diharapkan berdiri digaris depan dalam upaya penangulangan ini. Oleh karena
itu semua pihak diharapkan turut berperan secara moral untuk mendorong agar
organisasi ini semakin kuat, berkembang dan mampu meningkatkan kinerjanya, “
urainya.
Ditambahkannya,
dalam rangka menghadapi dinamika global yang menghadirkan banyak tantangan saat
ini, maka PMI dituntut untuk lebih siap bekerja dengan cepat dalam mengatasi
situasi darurat. Guna memperkuar kinerjanya, PMI perlu mengembangkan Program Community
Based Disaster Preparedness atau kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat.
“Program
ini bertujuan untuk mendorong peningkatan kapasitasnya dalam mengurangi dampak
bencana yang terjadi di lingkungannya. Agar bisa menjalankan program ini dengan
baik, maka PMI Aceh harus mampu memperkuat kelembagaan, serta siap menyusun
program kerja yang efeksi. Agar organisasi ini semakin cepat dalam memberikan layanan
sosial kepada masyarakat. “ tuturnya.
Sementara
itu kepada media ini, Ketua PMI Aceh Ir T. Alaidinsyah M Eng menjelaskan selain
sehari-hari mengurus kebencanana, relawan PMI otomatis yang penting ada
pelatihan secara sukarela di lapangan untuk membantu masyarakat.
Tapi,
lanjutnya saat ini secara mendunia tuntutan SDM supaya relawan PMI memiliki
spesialisasi. “Ada spesifik yang mereka kuasai seperti masalah air bersih,
apakah evakuasi pertolongan pertama, kemudian psikososial setelah bencana
termasuk juga rehab rekon menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Namun demikian
relawan tidak bisa kita batasi, tetapi seperti biasa dilapangan mereka
secepatnya seperti pesan Jusuf Kalla 6 jam setelah bencana, relawan sudah
berada di lokasi untuk membantu masyarakat ini yang paling penting, papar Alaidinsyah.
Dia
juga mengajak supaya masyarakat gemar mendonor darah, karena sumber darah dari manusia sehat. Menurutnya kebutuhan darah
paling banyak di Banda Aceh karena banyak pasien dari berbagai kota melakukan
rujukan ke Banda Aceh.
“Syukurnya
setiap hari ada 150-200 kantong darah tersedia meskipun sekitar 5 % belum
tercukupi, semakin hari semakin baik lagi pendonornya, “ pungkasnya.
Soraya