Banda Aceh-Siang sedang memanggang bumi, jalanan demikian panasnya, kala saya baru saja sampai di Dayah Tanoh Abe, sebuah Pesantren tradisional peninggalan ulama Aceh Tgk.Chiek Tanoh Abe, butuh waktu sekitar satu jam memacu kenderaan bermotor ketempat ini dari kota Banda Aceh.
Letaknya ditimur Banda Aceh, sebelum pasar seulimum membelok kesebuah tikungan menurun, lalu melewati jembatan kecil yang panjang, sekitar 3-4 kilo meter sampailah ke desa Tanoh Abe.
Dayah ini menyimpan banyak sekali kitab-kitab kuno peninggalan ulama dari abad ke XVI -XIX, tersimpan dalam lemari-lemari yang diletakkan di atas balai dayah, umumnya diletakkan dalam sebuah ruangan yang menyatu dengan makam Tgk.Chiek Tanoh Abe.
Suasana Tanoh Abe sepi, saya duduk sebentar melepaskan lelah disebuah bangku panjang diluar pagar dayah, 15 menit kemudian saya mengambil wudhuk didalam bak wudhuk, lalu masuk kedalam dayah melalui sebuah pintu besi, shalat sunan diatas sebuah balai.
Saya menikmati suasana syahdu disini, larut dalam zikrullah, semilir angin menerpa, rasa sejuk terasa mengusap tubuh, hampir saja tertidur didalam kelarutan zikir, setelah beberapa saat saya bangkit dari duduk, melihat-lihat bangunan dayah peninggalan Tgk.Chiek.
Ada banyak balai di dayah ini, ada yang berukuran besar seukuran rumah, ada yang berukuran sebesar mushalla kecil, ada juga rumah tradisional tempat keturunan Tgk.Chiek tinggal, ada kulah (bak wudhuk) ukuran besar didepan bangunan makam Tgk.Chiek Tanoh Abe.
Sebuah mesjid permanen juga ada, dibelakangnya sebuah kolam ukuran sedang, mungkin berukuran 10x10 meter, ada lagi bangunan permanen lain didekat kolam, disampingnya sebuah bangunan tempat Tgk.Chiek dimakamkan.
Disisi belakang banyak bangunan seperti balai berukuran kecil, oleh seorang lelaki yang sudah menetap disitu selama beberapa tahun, dikatakan balai itu dahulunya difungsikan sebagai dapur para santri, namun kini setelah tidak ada lagi pengajian ditempat itu, balai berbentuk rangkang itu tidak difungsikan lagi.
Lelaki yang mengaku berasal dari Aceh bagian barat itu menunjukkan saya beberapa tempat dilokasi dayah, dia mengajak saya masuk sebuah bangunan tempat Tgk.Chiek dimakamkan, didalamnya penuh berisi kitab-kitab kuno yang disusun didalam lemari kaca yang menempel kedinding.
Diantara lemari kaca dan makam Tgk.Chiek Tanoh Abe digunakan sebagai tempat shalat, sejajar dengan makam yang terpisah sedikit sekitar 2 meter terlihat sebuah ruangan tertutup yang digunakan sebagai tempat untuk lokasi khalut khusus.
Diujung sebelah kanan makam yang dipisahkan oleh sebuah lorong, berjejer ruang-ruang khalut, sudah sekitar dua tahun tidak ada lagi orang khalut ditempat ini kata lelaki itu, yang mengaku datang ke Tanoh Abe untuk mencari ketenangan, hingga akhirnya dia menetap disitu.
Semenjak putra Tgk.Chiek bernama Tgk.Dahlan berpulang kehadirat Allah SWT, lambat laun dayah tradisonal ini ditinggalkan para santri, sehingga saat ini tidak ada lagi santri yang menetap disini, keturunan Tgk.Chiek Tanoh Abe selanjutnya belum berhasil mengembalikan fungsi dayah ini seperti sedia kala.
Tarmizi Alhagu.