Banda Aceh- Aceh adalah provinsi yang rawan terhadap bencana. Hal itu disebabkan karena kondisi geologi dan geografi Aceh berada di jalur cincin api (ring of fire) yang menyebabkan beberapa gunung api, dan zona subduksi menjadi pusat gempa bumi dan tsunami.
Dari sisi hidrometeorologi, Aceh juga rentan terhadap banjir bandang, longsor, banjir luapan, dan kekeringan. Sederet fenomena alam ini, telah menjadikan masyarakat Aceh akrab dengan berbagai bencana yang datang silih berganti.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Sosial Aceh, Alhudri, saat memberi sambutan pada kegiatan Trainig Of Trainer Layanan Dukungan Psikososial Tahun 2020, di salah satu hotel di Banda Aceh, Rabu (11/3/2020). Kegiatan ini diikuti oleh 28 relawan tagana dari berbagai kabupaten/kota di Aceh.
Mengutip data bencana yang terjadi di Provinsi Aceh sejak Januari hingga November 2019, Alhudri, menyebutkan, terdapat 754 bencana dengan jumlah korban jiwa mencapai 16 orang, dengan rincian 6 orang meninggal dunia, 11 orang lainnya luka-luka.
Namun untuk korban terdampak mencapai 11.371 kepala keluarga atau KK, dengan jumlah jiwa mencapai 37.803. Adapun yang mengungsi akibat dari kejadian bencana mencapai 1.047 orang.
“Bencana yang paling banyak memakan korban terdampak adalah banjir genangan, banjir luapan, longsor dan banjir bandang. Beberapa bencana tersebut telah merendam rumah warga masyarakat sebanyak 5.367 unit, dan korban terdampak mencapai 35.679 jiwa,” kata Alhudri.
Dampak lainnya dari bencana adalah, kerusakan sarana publik berupa, 33 sarana pendidikan, 8 sarana kesehatan, 18 sarana pemerintahan, dan 13 sarana ibadah. Selain itu, bencana juga telah merusak sekitar 1.547 meter badan jalan, 14 jembatan, dan 9 tanggul, 260 ruko, dan 1 pasar.
Data di atas, kata Alhudri, menunjukkan bahwa dampak bencana sangatlah merugikan masyarakat dan menghambat perekonomian. Maka dalam menyikapi hal tersebut, semua pihak dinilai bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan, tentunya dengan berbagai kegiatan yang berguna untuk pengurangan risiko bencana.
“Salah satunya bentuk kegiatan pengurangan risiko bencana adalah memberikan layanan dukungan psikososial kepada masyarakat terdampak bencana. Layanan dukungan tersebut diantaranya: memberikan pemenuhan kebutuhan dasar, pengurangan reaksi-reaksi emosional dan penanganan trauma. Tentunya hal ini dilakukan oleh petugas-petugas yang terlatih dan mempunyai kemampuan dalam layanan dukungan psikososial,” kata Alhudri.
Untuk itu, Alhudri berharap agar para relawan tagana yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh bersama para relawan penanggulangan bencana lainnya, dapat menjadi ujung tombak yang berada di garda terdepan dalam urusan penanggulangan bencana di daerah.
Sementara itu Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial, Sya`baniar, yang juga ketua panitia pada kegiatan ToT tersebut mengatakan, tujuan dilakukan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kapasitas petugas dalam penanggulangan bencana khususnya tentang layanan dukungan psikososial, melakukan identifikasi terkait kebutuhan dasar penyintas bencana sampai proses rujukan/terminasi, dan terkait pencatatan berkenaan dengan penanganan kasus penyintas yang terjadi di pengungsian.
“Saya berharap para peserta dapat memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Tagana ini kan merupakan ujung tombak penanggulangan bencana di daerah. Kita harapkan kepada seluruh relawan agar bisa menjadi personil yang tangguh, terampil, terlatih dan siap dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana, baik pada masa kesiapsiaagaan, tanggap darurat, dan pasca bencana,” harap Sya`baniar.
Red