Abstract
The discussion about Al-Azhar University is a very interesting discussion,
where this university was first established during the Fatimid dynasty. As we
know this kingdom has a big role, namely introducing Muslims to science.
However, this dynasty caused a lot of controversy which shocked the Islamic
world. On the other hand, this kingdom is said to be an extreme kingdom that is
intolerant, oppresses Sunni Muslims or Ahlussunnah wal Jamaah. The history of
the kingdom which was filled with oppression, fraud, and deviation from Islamic
teachings is also another side that needs to be raised and highlighted. Before
discussing ideological changes at this university, we first discuss the
ideology of the dynasty that founded Al-Azhar University, because this is what
underlies its political movements. The Fatimid dynasty was a kingdom with a
Shia ideology, more precisely Ismaili Shia. However, now that the University
has become Sunni, the ideology was changed by commander Salahuddin al-Ayyubi.
Keywords: The Fatimiyah Dinasty, Universitas of al – Azhar, Salahuddin al –
Ayyubi
Abstrak
Pembahasan mengenai Universitas Al
–Azhar adalah pembahasan yang sangat menarik, dimana Universitas ini pertama
sekali didirikan pada masa Dinasti Fatimiyyah. Sebagaimana yang kita ketahui
kerajaan ini memiliki peran besar yaitu mengenalkan umat Islam pada ilmu
pengetahuan. Akan tetapi Dinasti ini banyak menimbulkan kontroversi yang cukup
menggegerkan dunia Islam. Di sisi lain, kerajaan ini dikatakan sebagai kerajaan
ekstrim yang intoleran, menindas muslim Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah.
Sejarah kerajaan yang dipenuhi dengan penindasan, penipuan, dan penyimpangan
dari ajaran Islam juga menjadi sisi lain yang perlu diangkat dan diketengahkan.
Sebelum membahas perubahan ideologi di Universitas ini, terlebih dahulu kita
membahas ideologi Dinasti yang mendirikan Universitas Al – Azhar, karena inilah
yang melandasi gerakan politiknya. Dinasti Fatimiyah adalah sebuah kerajaan
yang berideologi Syiah, lebih tepatnya Syiah Ismailiyah. Akan tetapi saat ini
Universitas tersebut sudah menjadi Sunni, ideology tersebut diubah oleh
panglima Salahuddin al – Ayyubi.
Kata Kunci: Dinasti Fatimiyyah, Universitas al – Azhar, Salahuddin
al - Ayyubi
PENDAHULUAN
Berbicara
mengenai peradaban Islam seolah tidak pernah ada habisnya, karena selalu
menjadi kajian yang menarik ketika diajak menelusuri peninggalan-peninggalan
bersejarah dalam Islam. Salah satu kajian itu adalah lembaga pendidikan tinggi
Islam Al-Azhar merupakan bukti otentik awal peradaban Islam di masa Dinasti
Fatimiyyah. Ketertarikan penulis berawal dari maraknya Universitas ini yang
berideologi Syi’ah Ismailiyyah akan tetapi universitas ini merupakan salah satu
lembaga pendidikan kebanggaan ummat Islam. Sejarah telah mencatat betapa
eksistensi Al-Azhar dari masa awal Dinasti Fatimiyyah hingga hari ini menyimpan
banyak cerita yang sangat menarik. Tidak hanya itu Al-Azhar juga berkontribusi
sangat besar pada perkembangan peradaban dan intelektual Islam. Banyak
ilmuwan-ilmuwan besar yang lahir dari sana. Satu hal yang tak kalah penting
adalah bahwa ternyata sistem pendidikan yang ada di Al-Azhar ternyata diadopsi
oleh lembaga pendidikan yang ada di Negara-negara Barat.
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research), tulisan ini akan
mencoba mengungkap kembali bagaimana historis Al-Azhar pada masa Dinasti
Fatimiyyah yang berideologi Syi’ah Isma’iliyyah dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem pendidikannya, dan bagaimana proses perubahan ideology
Syi’ah ke Sunni di Universitas tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Awal Pembentukan Dinasti Fatimiyah dan Berideologi Syi’ah
Ismailiyyah
Puncak
kemerosotan kekuasaan khalifah-khalifah Abbasiyah ditandai dengan berdirinya
khilafah-khilafah kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan politik Khalifah
Abbasiyah. Khilafah-khilafah yang memisahkan diri itu salah satu
diantaranya adalah Fatimiyah yang berasal dari golongan Syi’ah sekte
Ismailiyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat perselisihan
tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang
hidup antara tahun 700-756 M.
Misi utama Fatimiyah yang pertama adalah mengambil kepercayaan umat Islam bahwa mereka
adalah keturunan Fatimah putri Rasul dan istri dari Ali ibn Abi Thalib. Akan tetapi
disini terdapat dua pandangan yang berbeda; sebagian berpendapat mereka bukanlah keturunan Fatimah az-Zahra sedangkan
sebagian lain berpendapat bahwa mereka adalah keturunan Fatimah.[1]
Saya sebagai penulis disini berpendapat Dinasti Fatimiyyah bukanlah
keturunan dari Fathimah Az-Zahra. Ini dikarnakan jika ditelusuri dari sejarah,
Dinasti Fatimiyyah adalah perpecahan dari Dinasti Abbasiyah. Jika mereka mengatakan
dirinya adalah keturunan dari Fatimah Az-Zahra
yang mana Dinasti Abbasiyah mereka penisbatan kepada Abbas Radhiallahu
‘Anhu yang berpemahan sunni. Abbas Radhiallahu ‘Anhu adalah paman Nabi SAW dan
Fatimah Az-Zahra adalah putri Rasullullah SAW, artinya Abbas dan Fatimah masih
sama-sama ahlul bait. Lalu mengapa Dinasti Fatimiyyah memberontak Dinasti
Abbasiyah jika mereka mengaku Alawiyah? Ini dikarnakan Dinasti Fatimiyyah
bukanlah keturunan daripada Fatimah Az-Zahra. Dan Dinasti Fatimiyyah bukan
Sunni akan tetapi mereka berideologi Syi’ah, lebih tepat Syi’ah Ismailiyyah.
Dan ini dikuatkan oleh Yusuf Al-Isy dalam bukunya
Dinasti Abbasiah mengatakan “saya lebih berpihak kepada mayoritas sejarawan
yang berpendapat bahwa orang-orang fatimiyah bukan keturunan Alawiyyah. Sebab
terpenting adalah mendapatkan kekuasaan. Dan bagi orang-orang yang disebut
sebagai Fatimiyah mendapatkan kekuasaan adalah mudah.”[2]
Sejarah
mencatat Dinasti Fatimiyyah adalah sebuah kerajaan yang berideologi Syi’ah,
lebih tepatnya syi’ah Ismailiyyah. Syi’ah Ismailiyyah adalah sekte terbesar
kedua dalam Syi’ah dan hanya mengakui tujuh orang imam, yaitu : 1) Ali Ibn Abi
Thalib, 2) Hasan Ibn Ali, 3) Husein Ibn Ali, 4) Ali Zainal Abidin, 5) Muhammad
Al-Baqir, 6) Ja’far Al-Shiddiq, 7) Ismail Ibn Ja’far.[3] Penisbatan kepada Imam Isma’il
inilah mereka dinamakan Isma’iliyyah.[4] Karena Ismail adalah Imam ketujuh, aka disebut juga Al-Sab’iyyah.[5]
Khalifah-Khalifah
Pada Masa Dinasti Fatimiyyah
Khalifah-khalifah dinasti Fatimiyyah
secara keseluruhan ada 14 orang:
1. Ubaydillah al-Mahdi (909 M – 934
M).
2. .Al-Qa’im Muhammad Abul-Qasim (934 M - 946 M).
3. .Abu Zahir Isma’il al-Mansur billah
(946 M – 953 M)
4. Abu Tamim Ma’ad al-Mu’izz
li-Dinillah (953 M – 975 M).
5. Abu Mansur Nizar al-’Aziz billah
(975 M – 996 M).
6. Abu ‘Ali al-Mansur al-Hakim bi
Amrullah (996 M- 1021 M).
7. Al-Zhahir Ali Abu al-Hasan (1021 M –
1036 M)
8. Abu Tamim Ma’add al-Mustansir bi
llah (1036 M – 1094 M)
9. Al-Musta’li bi-llah (1094 M – 1101
M).
10. Al-Amir bi-Ahkamullah (1101 M-1130
M).
11. ‘Abd al-Majid al-Hafiz (1130 M-1149
M).
12. Al-Zafir (1149 M – 1154 M).
13. Al-Fa’iz (1154 M - 1160 M).
14. Al-’Adid (1160 M – 1171 M).
Sejarah
Berdirinya Lembaga Pendidikan Tinggi Al-Azhar
Pada masa
Dinasti Fatimiyyah mulailah didirikannya sebuah pusat penyebaran ajaran syi’ah
yang disebut dengan al-Jami’ al-Azhar al-Qahirah, Mesjid ini dibangun oleh
Panglima Jauhar Assiqili di Kairo atas perintah khalifah Muiz. Universitas ini
dibangun untuk menganut mazhab syi’ah Ismailiyyah. Pada awal berdirinya masjid
ini diberi nama Jami’ul Qahirah karna mengambil nama tempat universitas
tersebut didirikan, belakangan, namanya diubah menjadi Al-Azhar diambil dari
nama Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri
Nabi Muhammad SAW. Seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Jamal ad-Din Surur
dalam kitab tarikh ad-Daulah al-Fathimiyyah :
أما تسميته بالجامع الأزهر، فيظهر أنها أطلقت عليه في عصر العزيز بعد
إنشاء القصور الفاطمية التي كان يطلق عليها اسم القصور الزاهرة (فاطمة بنت الرسول).[6]
Kemunculan Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi bermula
ketika Khalifah al-Mu’iz Lidinillah pada tahun 362 H/973 M memindahkan ibu kota
Daulah Fatimiyah daro kota Qirawan (Tunisia) ke kota Al-Qahirah (Kairo/Mesir),
dan pada tahun 975 M ia meresmikan berdirinya perguruan Al-Azhar.[7]
Sistem Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Tinggi Al-Azhar
Tujuan Al-Azhar
Universitas Al-Azhar pada masa Dinasti Fatimiyah merupakan lembaga
pendidikan yang menjadi alat untuk propaganda kekuasaan kekhalifahan sekaligus
sebagai alat penyebaran Doktrin Syi’ah.[8]
Mahmud Yunus mencatat bahwa ada 5 tujuan dari Universitas Al-Azhar ketika itu:
1.
Mengemukakan
kebenaran dan pengaruh Turas (peradaban) Islam terhadap kemajuan ummat manusia
dan jaminannya terhadap kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
2.
Memberikan
perhatian penuh terhadap peradaban ilmu, pemikiran dan keruhanian bangsa arab
islam.
3.
Menyuplai dunia
Islam dengan ulama-ulama aktif yang beriman.
4.
Mencetak ilmuan
agama yang aktif dalam semua bentuk kegiatan, karya, kepemimpinan dan menjadi
contoh yang baik.
5.
Meningkatkan
hubungan kebudayaan dan ilmiah dengan universitas dan lembaga ilmiah Islam di
luar negeri.[9]
Para Pendidik di Al-Azhar
Pada tahun 365 H/975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan
ilmiah dalam bentuk kuliah-kuliah yang diberikan oleh Abu Hasan Ali Ibn
Muhammad Ibn Nu’man al-Qairani yang menjabat sebagai hakim tertinggi (qadhi
al-qudat), dengan materi yang diajarkan mengenai fiqh syari’ah yang terdapat
dalam kitab al-ikhtisar.[10]
Ada ulama yang sangat rajin mengajarkan mazhab Syi’ah adalah Ibn Killis.
Diantara ulama yang cukup terkenal sebagai pengajar di Al-Azhar ketika itu
adalah Al-Aqabah Abu Ya’kub al-Khandaq. Menurut catatan Salah Zaimeche bahwa
Ibnu An-Nurul dan Ibn Khaldun juga ikut serta menjadi pengajar di Universitas
Al-Azhar sampai akhir abad keempat.[11]
Perubahan Ideologi di Al – Azhar
Pada masa akhir masa kejayaan Fatimiyah, Kairo hampir jatuh ke
tangan pasukan Kristen dalam perang Salib. Beruntung Salahuddin al – Ayyubi,
seorang panglima perang dari Kurdi berhasil menghalaunya. Sejak saat itu,
Salahuddin mendeklarasikan kekuasaannya dibawah bendera Dinasti Ayyubiyah.
Ketika Salahuddin mengambil alih kekuasaan Fatimiyah, sang sultan mengambang di
Dinasti Ayyubiyah yang berdiri disamping Dinasti Abbasiyah di Baghdad yang
semakin lemah. Sultan Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun oleh
Dinasti Fatimiyah. Dia malah melanjutkan pembangunan Kairo dengan semangat yang
sama. Hanya Salahuddin mengubah paham keagamaan negara dari Syi’ah menjadi
Sunni.[12]
Kesimpulan
Dari uraian
diatas kita bisa mengambil beberapa intisari yang sangat menakjubkan, Dinasti
Fatimiyah ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kemajuan peradaban
Islam, terutama dengan adanya al-Jami’ al-Azhar al-Qahirah di Mesir yang
dibangun pada masa khalifah Al-Mu’izz Lidinillah yang banyak melahirkan
ilmuwan-ilmuwan. Akan tetapi tujuan utama dari berdirinya adalah sebagai tempat
penyebaran aqidah Syi’ah Ism’iliyyah. Pada
masa akhir masa kejayaan Fatimiyah, Salahuddin Al – Ayyubi berhasil merebutnya
dan mengubah ideologi masyarakat Mesir dan Universitas tersebut, yakni dari
Ideologi Syi’ah ke Sunni.
Daftar Pustaka
Abdul Sani,
Lintasan Sejarah Pemikiran: Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Rajawali
Press, 1998.
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Jaya Murni,
1971.
Asriati
Amaliyah, Eksistensi Pendidikan Islam di Mesir pada Masa Daulah Fatimiyah,
dalam Lentera Pendidikan, Vol. XVI.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidyakarya Agung,
1990.
Salah Zaimeche, Cairo (United Kingdom: FSCT Limited, 2005.
Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiah . Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
https://m.republika.co.id/berita/p7tst2313/kairo-dari-dinasti-fatimiyyah-hingga-sultan-salahuddin. Dikutip pada tangga, 04 desember 2022 pukul 19.51 WIB
طبعي
محمد حسين، الميزان في تفسير القرآن. إيران: مؤسسة إسماعيلية.
أحمد آمين،
ظهر الإسلام. بيروت: دار الكتاب العربي.
محمد
جمال الدين سرور، تاريخ الدولة الفاطمية .مدينة: دار الفكر
العربي.
[1]Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiah (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar), h. 222
[2]Ibid.
[3]Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam
(Jakarta: Jaya Murni, 1971), hal 176
[4] طبعي محمد حسين، الميزان في تفسير القرآن
(إيران: مؤسسة إسماعيلية، 1371ه)، ص. 78
[5] أحمد آمين، ظهر الإسلام (بيروت:
دار الكتاب العربي)، ص. 127
[7]Abdul
Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran: Perkembangan Modern Dalam Islam
(Jakarta: Rajawali Press, 1998), h. 200
[8]Asriati
Amaliyah, Eksistensi Pendidikan Islam di Mesir pada Masa Daulah Fatimiyah,
dalam Lentera Pendidikan, Vol. XVI, h. 105
[9]Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidyakarya Agung, 1990), h.174
[10]Abdul
Sani, Lintasan, h.200
[11]Salah
Zaimeche, Cairo (United Kingdom: FSCT Limited, 2005), h. 10
[12]https://m.republika.co.id/berita/p7tst2313/kairo-dari-dinasti-fatimiyyah-hingga-sultan-salahuddin. Dikutip
pada tangga, 04 desember 2022 pukul 19.51 WIB