Banda Aceh - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh mengadakan kegiatan Bincang-Bincang Media (BBM) dengan rekan-rekan media, di Banda Aceh, pada Selasa (14/2)
Kegiatan tersebut ditujukan untuk menjalin silaturahim bersama, serta menjadi suatu forum untuk mengkomunikasikan kebijakan efektif dari Bank Indonesia.
Dalam kegiatan BBM ini, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Rony Widijarto P. mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh sepanjang tahun 2022 menunjukkan penguatan dibanding dengan tahun 2021. Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV menunjukan angka 5,60% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan III yang berada pada tingkat pertumbuhan 2,51% (yoy).
"Adapun pertumbuhan ekonomi Aceh selama tahun 2022 adalah sebesar 4,21% (yoy). Jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2021 yang berada pada angka 2,79% (yoy) tentunya pertumbuhan di tahun 2022 merupakan capaian yang lebih baik, " paparnya.
Ditambahkannya, penguatan ekonomi didorong sejumlah komponen, dari sisi permintaan ditopang oleh ekspor luar negeri dengan andil pertumbuhan 0,18% (yoy) dan konsumsi pemerintah dengan andil 0,05%. Sedangkan dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Aceh didorong oleh pertumbuhan lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 3,07% (yoy), serta sektor perdagangan 0,78%.
Untuk mendapatkan percepatan pertumbuhan ekonomi yang optimal dari sektor-sektor potensial di Aceh seperti pertanian, kehutanan dan perikanan perlu untuk didorong terutama hasil turunan dari produk-produk tersebut, lanjutnya.
Mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga stabilitas harga-harga menjadi tugas dari Bank Indonesia. Untuk itu, optimalisasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan meredam kenaikan harga-harga komoditas di masyarakat.
Rony Widijarto menjelaskan, kinerja inflasi gabungan 3 kota di Provinsi Aceh pada Januari 2023 mencapai 5,52%, lebih rendah dari Desember 2022 sebesar 5,89% (yoy). Angka tersebut diatas target inflasi nasional yang sebesar 3±1% (yoy) disebabkan oleh beberapa komoditas inflasi seperti bensin, angkutan udara, beras, bahan bakar rumah tangga, dan cabai merah.
Menurutnya, komoditas tersebut juga akan tetap menjadi faktor utama pendorong inflasi dan harus berada pada level yang terjaga. Pertumbuhan tingkat inflasi mencerminkan konsumsi daerah yang akan sehingga mempengaruhi tingkat produksi dan menghidupkan pelaku usaha. Pada tahun 2023, inflasi Aceh diperkirakan akan tetap terjaga berada pada rentang 3,26% - 3,76%.
"Sumber pembiayaan merupakan salah satu sumbu yang penting untuk menghidupkan potensi perekonomian di Aceh. Saat ini penyaluran pembiayaan yang ada di Aceh masih banyak bersumber dari bank-bank yang berada dari luar Aceh. Bahkan nilai pembiayan dari luar Aceh jauh lebih tinggi dari total dana yang terhimpun. Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah dana yang dihimpun dari masyarakat masih belum cukup untuk membiayai proyek yang dijalankan di Aceh, " urainya.
Bank Indonesia Provinsi Aceh juga berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui program-program pembinaan UMKM untuk mendorong peningkatan UMKM Aceh melalui Program Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI), penguatan kemandirian ekonomi berbasis pesantren, serta Penguatan kelompok-kelompok tani yang ada di Aceh, dan pengembangan layanan digitalisasi keuangan melalui QRIS.
"Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kuantitas penjualan UMKM dan meningkatkan kualitas UMKM sehingga layak memperoleh pembiayaan dari Lembaga keuangan. Komitmen ini juga akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berupa Flagship Event Bank Indonesia seperti Karya Kreatif Aceh Gayo (KKAG), Aceh Gayo Sustainable Investment (AGASID), Pekan QRIS Nasional, dan QRIS day, " demikian pungkasnya.
Red