Kandang Ayam Petelur UPTD Sare Tampak Dari Luar |
Banda Aceh - Sebuah perjalanan jauh harus kami lakukan untuk melihat langsung usaha ayam petelur milik UPTD Peternakan Aceh di kawasan Saree. Rencana ini sudah sempat tertunda sekali pada Selasa (04/04) lalu, karena pembatalan dari Kepala BLUD UPTD BTNR drh Yessy Fandipa, MM.
Barulah Kamis pagi sekitar pukul
09:00 WIB, kami melaju kesana menumpang mobil milik Dinas Peternakan Aceh. Jarak
dari Banda Aceh ke Saree mungkin ada sekitar 100 kilo meter, letak kandang ayam
petelur ini berada disekitar belakang Sekolah Pertanian Saree.
Perjalanan itu dipandu oleh
seorang pegawai Dinas Peternakan Yus Efendi dan seorang sopir dari instansi
tersebut. Perjalanan lebih satu jam
membelah Pegunungan Seulawah, barulah kami bisa sampai di Pasar Saree. Sekitar 300 meter kemudian lewat sebuah jalan di sebelah kiri mobil terlihat
membelok, sebuah turunan di kawasan pemukiman kami lalui.
Mobil membelok lagi ke kiri
melalui kawasan persawahan dan perkebunan warga. Sampai kemudian terlihat
sebuah komplek besar berpagar dengan beberapa bangunan, luasnya ada sekitar 5 Ha, milik Dinas Peternakan Aceh.
Beberapa tulisan Dinas Peternakan
Aceh tampak jelas di gedung itu. Mobil
masuk ke arah belakang setelah membelok pendek ke sisi kanan. Lalu meneruskan ke
kiri melewati sejumlah kandang pemeliharaan sapi.
Sebuah bangunan panjang
terpampang di hadapan kami. Ukurannya
mungkin ada sekitar 15 x 100 meter. Di sisi kiri terlihat sebuah mobil berisi pakan. Di atas atap terlihat sebuah
alat seperti menara hidrolik. Ternyata benda itu mesin
yang bisa mengkatrol pakan
ke dalam kandang.
Bertemu Muhammad Ali Sang Operator Kandang
https://www.youtube.com/shorts/2GrvX8jdK9M
Muhammad Ali Sedang Menjelaskan Cara Kerja Mesin Pengatur Temperatur Kandang |
Mobil berhenti, kami turun dan
bertemu petugas operator setempat. Kemudian muncul seorang lelaki muda kurus,
alumni Universitas Gajah Putih Takengon, namanya Muhammad Ali. Dia operator kandang yang memandu kami
kemudian.
Di depan kandang panjang itu kami
melihat sebuah balai, dibawahnya terlihat beberapa ekor ayam yang dikurung. Tampak berserakan tumpukan kecil kotoran ayam yang telah bercampur tanah. Di sisi
timur terlihat beberapa pematang besar penuh sayuran. Ada juga sebuah kolam ukuran 5x7
meter berada di sisi pematang yang belum tertanam.
Dikatakan Ali, saat ini dia mencoba
memformulasikan pupuk kandang itu untuk menanam sayuran. Dengan campuran MP 4
dan sedikit bahan lain, dijadikan pupuk
sayuran. Hasilnya terlihat sayuran memang terlihat subur dan segar.
Kami diminta Ali menunggu
sebentar, karena dia sedang mempersiapkan untuk bisa masuk ke dalam kandang. Sekitar 5 menit kemudian dia mengajak kami masuk. Di lapisan pintu pertama ada
sebuah ruangan, terlihat beberapa peralatan mirip gardu listrik. Kami menunggu lagi, Ali kemudian menyemprot seluruh badan kami,
dia meminta untuk mencelupkan telapak sepatu kami kedalam sebuah baskom air.
Ali terlihat menghubungi operator
di dalam kandang, pintu dibuka. Terlihatlah ribuan ayam pada empat kandang
berjajar memanjang. Ukurannya mungkin ada sekitar 2 x 70
meter satu koridor. Kami tidak bisa mengukur secara pasti, karena tidak bisa
melewati koridor di antara kandang itu, lupa pula bertanya berapa ukurannya.
Kandang di depan kami bertingkat
tiga. Keseluruhan dioperasionalkan dengan mesin. Telurnya bergerak di atas
sebuah alat menuju sebuah meja berdinding. Dinding itu penuh peralatan bermesin,
di sanalah telur-telur dipungut dan disusun ke dalam wadah.
Ketika Ayam Berkotek-Kotek Ribut
https://youtu.be/8XLRz3RJWec
Penampakan Kandang Ayam Bertingkat Dari Dalam |
Saya mencoba memasuki koridor
di depan kandang. Baru beberapa langkah bergerak, suara kotek- kotek ribut
mengejutkan saya, beberapa ayam terlihat berloncatan di dalam kandang. Ali meminta saya berhenti, lalu saya mundur sambil terus merekam aktivitas ayam
di kandang itu.
Saya kemudian mencoba melangkah
lagi perlahan. Kamera handphone milik saya terus merekam, dari belakang
terdengar Ali menepukkan tangan. Dia berteriak
pelan, “ Hei Guys, hari ini kita
kedatangan tamu ya". Ayam itu spontan
tak ribut lagi.
Kamera saya kemudian merekam
telur-telur yang bergerak dari rol
di depan kandang. Semua telur bergerak
ke depan, naik ke sebuah dinding. Lalu turun lagi di atas sebuah meja. Di sana
sudah terlihat petugas yang mengumpulkannya.
Ali mengatakan ada sekitar 18
ribu ekor ayam dikandang itu. Telur ayam
ini memiliki berat yang bervariasi, ada yang 65 gram perbutir, ada yang 78
gram. Bahkan ada yang mencapai berat 86 gram, setiap ayam membutuhkan pakan 118
gram per/hari.
Usaha ayam petelur kata Ali
mengalami pengeluaran terbesar pada sektor pakan. Apalagi semua pakan ini harus
didatangkan dari luar. Masa produktif
ayam bertelur juga singkat, hanya pada usia 18 bulan produksi telur sudah
menurun. Saat itulah ayam harus diapkirkan, dagingnya dijual ke pasar dengan
harga 20 ribu Rupiah/Kg.
Sementara itu, di sektor obat hanya
diberikan saat dibutuhkan. Namun pada usia 100 hari ayam sudah disuntik IDS,
agar nanti jika terjadi serangan virus atau bakteri, ayam sudah tidak
terinfeksi lagi, jelas Ali.
Dapat Jatah Dua Papan Telur Dari UPTD Sare.
Dua Papan Telur Pemberian UPTD Saree Kepada Wartawan Peliput |
Ayam petelur UPTD Saree, kata Ali, sudah memasuki periode ke tiga. Dulu pada periode ke dua pernah diserang
virus IB, setiap habis satu periode kandang dikosongkan selama 1-3 bulan. Semua
ayam yang tersisa dijual ke pasar. Baru kemudian dimasukkan bibit yang baru, sebut operator kandang ini.
Ali kemudian mengantar kembali
kami keluar. Di ruangan itu dia menjelaskan cara operasional sebuah mesin pengatur suhu kandang. Lalu dia
kembali menyusun telur-telur, mengepak dalam beberapa ikatan. Akhirnya dia
berpesan agar kami kembali ke situ suatu saat nanti, saya mengiyakan ajakannya
itu.
Setelah menghabiskan waktu
separuh hari di kandang ayam yang berada di atas pundak Seulawah itu. Kami
kembali pulang ke Banda Aceh. Pak Yus yang memandu kami menjelaskan tingginya
harga pakan, sangat membebani operasional peternakan ayam petelur.
Setiba kembali di Kantor Dinas
Peternakan Aceh, Pak Yus memberi kami masing-masing dua papan telur. Telur
jatah saya kemudian diganti uang 80 ribu Rupiah oleh rekan wartawan yang ikut
meliput ke sana. Sayapun akhirnya sebagai Rakyat Aceh bisa juga menikmati langsung hasil dari bisnis
ayam petelur, yang beromzet 19,838 miliar Rupiah itu dalam satu periode.
Tarmizi Alhagu