Foto: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu Presiden AS Donald Trump di sela-sela Sidang Umum PBB, September 2017. (Foto: REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan Presiden Donald Trump siap menggunakan kekuatan militer terhadap Turki jika diperlukan. Ancaman itu dilayangkan setelah Turki melakukan serangan terhadap Kurdi di Suriah utara.
"Kami lebih suka perdamaian daripada perang," kata Pompeo kepada Wilfred Frost dari CNBC dalam sebuah wawancara pada hari Senin (21/10/19). "Tetapi jika tindakan kinetik atau aksi militer diperlukan, Anda harus tahu bahwa Presiden Trump sepenuhnya siap untuk melakukan tindakan itu."
Lebih lanjut, Pompeo mengatakan bahwa saat ini tindakan militer belum dilakukan karena belum ada perintah langsung dari Presiden. Oleh karenanya, AS masih hanya memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki.
"Anda menyarankan kekuatan ekonomi yang kami gunakan. Kami pasti akan menggunakannya. Kami akan menggunakan kekuatan diplomatik kami juga. Itu adalah pilihan kami," kata Pompeo.
Serangan militer Turki terhadap Suriah terjadi awal bulan ini setelah Trump memutuskan menarik pasukan AS dari wilayah itu. Hal itu membuat kaum Kurdi, yang biasa memimpin perang darat melawan ISIS, dianggap menjadi lebih rentan. Turki memandang orang Kurdi sebagai teroris.
Akibat serbuan itu, lebih dari 120 warga sipil tewas, menurut Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris untuk lembaga Hak Asasi Manusia.
Setelah memutuskan menarik pasukan militer dari wilayah itu, Trump sendiri mendapat kritikan pedas dari berbagai koleganya di Gedung Putih.
Pada Senin, Trump menyampaikan pembelaannya.
"(AS) tidak pernah setuju untuk melindungi Kurdi selama sisa hidup mereka." Katanya, mengutip CNBC International. "Kami tidak akan ikut bertarung. Biarkan mereka bertarung sendiri,"
Sebelumnya pada 9 Oktober, Trump telah mengirim surat kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Dalam surat itu Trump meminta Erdogan untuk bertindak bijaksana. Namun, Erdogan mengabaikannya dan melakukan serangan pada hari itu juga.
Akibatnya, setelah serangan, pekan lalu AS langsung memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki. Sanksi tersebut berupa kenaikan tarif baja hingga 50% dan mengakhiri negosiasi perdagangan.
(sef/sef)
"Kami lebih suka perdamaian daripada perang," kata Pompeo kepada Wilfred Frost dari CNBC dalam sebuah wawancara pada hari Senin (21/10/19). "Tetapi jika tindakan kinetik atau aksi militer diperlukan, Anda harus tahu bahwa Presiden Trump sepenuhnya siap untuk melakukan tindakan itu."
Lebih lanjut, Pompeo mengatakan bahwa saat ini tindakan militer belum dilakukan karena belum ada perintah langsung dari Presiden. Oleh karenanya, AS masih hanya memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki.
"Anda menyarankan kekuatan ekonomi yang kami gunakan. Kami pasti akan menggunakannya. Kami akan menggunakan kekuatan diplomatik kami juga. Itu adalah pilihan kami," kata Pompeo.
Serangan militer Turki terhadap Suriah terjadi awal bulan ini setelah Trump memutuskan menarik pasukan AS dari wilayah itu. Hal itu membuat kaum Kurdi, yang biasa memimpin perang darat melawan ISIS, dianggap menjadi lebih rentan. Turki memandang orang Kurdi sebagai teroris.
Akibat serbuan itu, lebih dari 120 warga sipil tewas, menurut Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris untuk lembaga Hak Asasi Manusia.
Setelah memutuskan menarik pasukan militer dari wilayah itu, Trump sendiri mendapat kritikan pedas dari berbagai koleganya di Gedung Putih.
Pada Senin, Trump menyampaikan pembelaannya.
"(AS) tidak pernah setuju untuk melindungi Kurdi selama sisa hidup mereka." Katanya, mengutip CNBC International. "Kami tidak akan ikut bertarung. Biarkan mereka bertarung sendiri,"
Sebelumnya pada 9 Oktober, Trump telah mengirim surat kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Dalam surat itu Trump meminta Erdogan untuk bertindak bijaksana. Namun, Erdogan mengabaikannya dan melakukan serangan pada hari itu juga.
Akibatnya, setelah serangan, pekan lalu AS langsung memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki. Sanksi tersebut berupa kenaikan tarif baja hingga 50% dan mengakhiri negosiasi perdagangan.
(sef/sef)