Banda Aceh - Melihat potensi pasar fashion yang masih terbuka luas, produsen busana wanita asal Banda Aceh Likasa hadir menawarkan aneka daster trendi dengan motif dan warna kekinian.
Dijumpai media Harian Moslem disela-sela even pameran produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) "Ayo Bloe Bloe Ata Ngon" di Plaza Aceh pada Selasa (14/12), owner Likasa Fashion Liza Kartika Sari menceritakan lika liku perjalanan bisnisnya. Ia memilih menjadi pengusaha sejak hamil anak pertama, dan keinginannya itu didukung suami.
Tampak deretan daster dari bahan katun rayon, dan katun twill dengan berbagai corak dan warna kekinian tersedia di standnya. Selain itu juga ada mukena berbahan Zara silk dan Armani silk, yang dipadukan dengan renda strecth yang elastis, dan tidak gampang kusut.
"Likasa hadir sejak Desember 2019, berawal ingin menyedikan pakaian yang nyaman dipakai untuk semua perempuan. Jadi tercetus ide membuat daster pertama kali. Setelah itu banyak yang minta sediakan gamis, dan mukena sehingga produk Likasa pun bertambah, " jelas pengusaha wanita muda ini.
Dikatakannya, setelah itu pada Januari 2020 agar usahanya dapat berjalan lancar, Liza sapaan akrabnya kemudian mengurus izin usaha sepeti HAKI dan merek.
"Untuk disain kita mencoba menjaring dari keinginan konsumen dan selera pasar, jadi berusaha untuk memenuhi keinginan pasar. Seperti untuk ibu menyusui atau busui, yang lebih nyaman menggunakan daster yang menggunakan kancing daripada risleting, " urainya.
Ditambahkannya, pemasaran saat ini selain di Aceh juga sudah menjangkau ke Medan, Jakarta dan Bandung, dengan sistem penjualan melibatkan 50-an reseller yang ada di seluruh Aceh. Sistem pemasaran demikian bertujuan untuk membantu perekonomian orang lain, bahkan untuk reseller yang sudah kenal kejujurannya bisa mengambil order tanpa modal awal, imbuhnya.
"Potensi pasar fashion di Aceh cukup bagus, apalagi karakter perempuan Aceh yang suka belanja fashion dan konsumtif. Untuk pasar daster saat Covid-19 kami kira omset bakal turun. Ternyata meningkat, karena banyak wanita bekerja di rumah membeli daster, " sebut alumnus FKIP Bahasa Inggris USK ini.
Menurutnya, trend daster saat ini yakni yang bisa juga dikenakan ketika keluar rumah, jadi dengan pilihan daster model kekinian dengan dipadukan jilbab yang simpel, bisa jalan keluar rumah.
"Untuk bahan kain karena di Aceh mahal jadi masih belanja di Cipadu Tangerang, lalu disortir menurut kebutuhan. Untuk daster dan gamis sebagian dijahit di Aceh, sebagian dijahit di Jawa, kalau mukena dijahit di Aceh. Jadi usaha ini mengunakan tenaga kerja Aceh dan bekerjasama dengan sejumlah penjahit, karena kita belum memiliki konveksi, " paparnya.
Selama membangun usahanya, Liza mengaku sudah banyak mengalami lika liku masalah, yang membuatnya terus bertahan.Dari ditipu reseller, masalah hutang, hingga penjual bahan di Jawa yang tidak jujur. Misalnya pesan bahan 150 meter yang dikirim 130 meter, bahan yang dikirim beda sama yang difoto, dan ada juga motifnya sama, namun bahan yang sampai beda jenis.
"Target pasar untuk usia 20 hingga 40 an yang ingin tampil trendi. Harga daster dari 90 ribu, kenapa lebih mahal kita jelaskan kepada konsumen ini merupakan produk lokal dengan memberdayakan penjahit lokal. Selain itu, kualitas jahitan lebih rapi, awet dan tidak gampang sobek. Sementara untuk mukena kita tawarkan harga 300 ribuan, " terang wanita asal Banda Aceh ini.
Harapannya, pemerintah bisa membangun industri besar di Aceh jadi UMKM kecil tidak harus keluar untuk mendapatkan bahan baku.
Rencananya masih ingin memperluas jaringan reseller, maka konsumen di Aceh bisa saling bantu, dan mendukung pengusaha Aceh. Dengan cara membeli produk lokal otomatis memajukan perekonomian masyarakat Aceh, pungkasnya diujung wawancara.
Soraya