Banda Aceh - Puluhan kapal ikan besar berbagai ukuran berjejer sepanjang Krueng Aceh, beragam bentuk dan warna memenuhi sungai yang membelah kota Banda Aceh itu. Diantara banyak kapal besar itu ada kapal berwarna hijau mendominasi.
Sebuah kapal penangkap ikan
seperti itu paling tidak membutuhkan biaya
750 juta Rupiah untuk membuatnya, sampai
menjadi satu unit lengkap dengan jaring penangkap dan berbagai peralatan
lainnya, terkadang ada kapal yang
diproduksi mencapai harga 3 miliar Rupiah.
Kapal-kapal ini bisa membawa awak dari 15-30 orang menurut ukuran besarnya kapal, terkadang ada kapal besar dengan ukuran panjang hingga 30 meter, memiliki lebar 8-10 meter, ada ruang kemudi dan awak hingga berlantai tiga.
Bisnis dibidang kelautan ini
sungguh bukan pekerjaan main-main, perlu modal besar untuk mampu melayarkan bisnis
dibidang perikanan tangkap, meski
membutuhkan modal besar, namun setiap hari ada ratusan kapal bersandar
dipinggiran Krueng Aceh dan PPI Lampulo, silih berganti mereka datang dan pergi
melaut.
Diantara ratusan kapal ini, ada puluhan kapal memiliki warna dan model
yang sama dari berbagai ukuran, semuanya
berwarna hijau, dimiliki oleh satu orang pemilik, konon menurut para nelayan
pemiliknya seorang saudagar kaya bernama
Toke Ali.
Tidak ada sebuah kesepakatan
diantara para nelayan berapa kapal sesungguhnya yang dimiliki oleh Toke Ali,
ada yang mengatakan sekitar 50 unit, ada yang mengatakan 70 unit, ada yang
mengatakan puluhan unit saja, tidak ada yang tahu pasti, semua menjadi sebuah
misteri mengikuti kemisteriusan pemiliknya.
Meski secara langsung saya tidak mengenal Toke Ali,
namun saya mengenal dengan beberapa putranya, sejak Toke Ali masih hidup,
saya sudah ingin membuat tulisan tentang sosok saudagar Aceh ini, namun salah seorang putranya melarang saya
menuliskan sosok ayahnya dengan sebuah alasan.
Toke Ali menurut rekaman ingatan para nelayan, adalah sosok laki-laki yang sangat bersahaja,
memiliki perawakan kecil dan berkulit terang.
Dalam ingatan nelayan, sosok fenomenal ini sering hadir didalam
pelelangan ikan di PPI Lampulo, dia mengendalikan sendiri transaksi ikan yang
diturunkan dari kapal-kapal miliknya.
Tidak banyak warga Banda Aceh
yang mengenal secara dekat dengan Toke Ali, dia tinggal disebuah rumah mewah di jalan
Todak Desa Bandar Baru ( Lampriet), di perumahan yang dibangun Gubernur Aceh H. Ali
Hasymi pada tahun 1957 untuk para pegawainya,
Toke Ali memiliki beberapa unit rumah dan kapling tanah, setidaknya itu
yang pernah disampaikan seorang putranya kepada saya.
Saudagar kaya ini mencapai usia
yang tergolong panjang hingga melebihi 80 tahun, beragam bisnis dia miliki,
mulai dari perikanan, bisnis kayu, pom bensin, hingga toko material bangunan, berada dibawah payung perusahaan sinar desa, mungkin juga masih banyak bisnis lainnya yang tidak sampai informasinya kepada
saya.
Toke Ali kini telah tiada,
jasadnya terbaring didepan sebuah masjid yang dibangunnya di Desa Dheah Mamplam. Di sisinya dikuburkan jasad istri dan putranya yang meninggal berurutan dengan
kepergian saudagar kaya itu.
“Untuk menghormati eksistensi dan perjuangan sosok Toke Ali sebagai seorang pengusaha
sukses di Aceh, maka saya turunkan tulisan ini untuk para pembaca.”
Tarmizi Alhagu.