Banda Aceh – Ketua Komisi
III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Khairil Syahrial, Kamis, (3/6/2022),
diruang Banggar Gedung DPRA menunda pembahasan status wilayah administrasi
Pulau Mangkir Ketek, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang
sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera
Utara (Sumut).
Keempat pulau ini
ditetapkan dalam Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 , namun Pemerintah Aceh
menolak klaim empat pulau di Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil,
masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Penundaan rapat karena, kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh
(BPKA) Azhari tidak hadir, hanya dihadiri Kepala Bagian (Kabag ) aset, sehingga
rapat ditunda.
” Karena kepala tidak hadir, ya terpaksa kita tunda. Pembahasan
akan dijadwalkan ulang,” kata Ketua Komisi III DPR Aceh, Khairil Syahrial.
Menurut Khairil, pembahasan empat pulau yang diklaim masuk ke
wilayah Provinsi Sumatera Utara. Namun untuk membuktikan apakah masuk ke Aceh
atau ke wilayah lain, tentu legeslatif membutuhkan data yang akurat, sebagai
alat bukti dipengadilan.
“Langkah Kami lakukan ini untuk menyelamatkan aset-aset. Tentu
dalam hal ini dewan tak main-main,” ungkapnya.
Penyelamatan empat pulau itu sebagai aset Aceh, yang sangat
berharga. Apalagi, letak keberadaan pulau itu berbatasan dengan Nias.
“Data – data saat ini sedang kita kumpulkan. Bahkan pihak ahli
waris pulau itu, telah ditemui untuk meminta kejelasan, termasuk surat-surat
yang dimiliki oleh ahli waris,” tegas Khairil.
Disela-sela rapat itu, Badan Pertanahan Aceh (BPA) Sunawardi
menjelaskan, pihak BPA dan Pemerintah Aceh telah menurunkan tim ke daerah empat
Pulau itu.
Bahkan hasil laporan sementara banyak bukti-bukti ditemukan, seperti adanya
tembok yang ditulis milik Pemerintah Aceh.
“Tim sedang berkerja di lapangan,” ujarnya.
Menurut keterangan warga kata Sunawardi, banyak nelayan daerah
seputaran empat pulau itu mengikuti adat Aceh, seperti hari Jumat, nelayan
daerah itu tidak melaut.
“Menunjukkan bahwa empat pulau itu masuk ke wilayah Aceh,”
ungkapnya.
Seperti yang diberitakan Suara.com, Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor
050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Dalam Kepmen tersebut ditetapkan status wilayah administrasi
Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir Besar, Pulau
Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut).
Menurut keterangan pers Kemendagri, penetapan status wilayah
administrasi 4 pulau tersebut telah melalui berbagai proses, mulai dari langkah
verifikasi hingga konfirmasi kepada pemerintah setempat.
Semisal ketika Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri
dari Kemendagri, KKP, Dishidros TNI AL, Bakosurtanal (sekarang Badan Informasi
Geospasial), Pakar Toponimi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, serta
Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumut melakukan verifikasi dan membakukan
sebanyak 213 pulau di daerah tersebut. Itu dilakukan di Medan sejak 14 hingga
16 Mei 2008.
“Jumlah itu termasuk mencakup 4 pulau, yakni terdiri dari Pulau
Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang,” demikian
yang tertuang dalam keterangan pers Kemendagri, Senin (23/5/2022).
Hasil verifikasi tersebut lantas mendapatkan konfirmasi dari
Gubernur Sumut melalui surat Nomor 125/8199 yang ditandatangani pada 23 Oktober
2009.
Surat itu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut terdiri dari 213
pulau, termasuk Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir
Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Hasil verifikasi tersebut lantas mendapatkan konfirmasi dari
Gubernur Sumut melalui surat Nomor 125/8199 yang ditandatangani pada 23 Oktober
2009.
Surat itu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut terdiri dari 213
pulau, termasuk Pulau Mangkir Ketek/Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Gadang/Mangkir
Besar, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang
Selanjutnya, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi serta Pemprov
Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh telah memverifikasi dan
membakukan sebanyak 260 pulau di daerah tersebut pada 20 hingga 22 November
2008 di Banda Aceh.
Dalam jumlah itu tidak memuat Pulau Mangkir Gadang, Pulau
Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Hasil verifikasi tersebut, kemudian mendapat konfirmasi dari
Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/63033 pada 4 November 2009, yang
menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 Pulau.
Aceh Minta 4 Pulau Masuk ke Wilayahnya
Namun, pada 15 November 2017, Gubernur Aceh menyampaikan surat
Nomor 136/40430 perihal Penegasan 4 Pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh.
Gubernur Aceh sempat menyampaikan bahwa berdasarkan peta
topografi TNI AD 1978, keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
Gubernur meminta agar Mendagri Tito menegaskan kepada Gubernur Sumut bahwa
keempat pulau tersebut merupakan wilayah Aceh, sehingga perlu dikeluarkan dari
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sumut.
Pada surat tersebut, Pemprov Aceh menyertakan surat Nomor
125/63033 tertanggal 4 November 2009 yang memuat koordinat atas 4 pulau
dimaksud.
Kemudian pada 30 November 2017 dilakukan analisa spasial dengan
menggunakan ArcGIS versi 10 terhadap koordinat 4 pulau tersebut.
Analisis dilakukan dengan menggunakan data pulau hasil
verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi Tahun 2008, hasil konfirmasi
Gubernur Aceh (Surat Nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009) dan konfirmasi
Gubernur Sumut (Surat Nomor 125/576 Tanggal 27 Januari 2010). Hasil konfirmasi
itu menyatakan, keempat pulau itu sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi
Sumut.
Adapun rapat tersebut menyepakati beberapa hal. Pertama,
menetapkan status Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan
Pulau Panjang sebagai cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.
Kedua, peta topografi tahun 1978 dan peta RBI bukan referensi
resmi mengenai garis batas administrasi nasional maupun internasional. Ketiga,
RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil pemerintah provinsi, serta bukan merupakan pedoman penetapan
wilayah administrasi pulau.
Berita acara hasil rapat tersebut telah disampaikan kepada
Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/8177/BAK pada 8 Desember 2017, perihal
tanggapan atas surat Gubernur Aceh. Selain itu, hasil rapat juga disampaikan
kepada Gubernur Sumut melalui surat Nomor 136/046/BAK tertanggal 4 Januari
2018.
Namun, Pemprov Aceh masih mengklaim kepemilikan atas keempat
pulau tersebut, dan memohon adanya revisi koordinat atas pulau yang dimaksud.
Permohonan itu dilayangkan melalui sejumlah surat.
Menanggapi itu, Ditjen Bina Adwil Kemendagri menggelar sejumlah
rapat pembahasan terkait permasalahan status wilayah keempat pulau antara
Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut.
Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak terkait, seperti
Kemenkomarves, KKP, Pushidrosal, BIG, LAPAN, Direktorat Topografi TNI AD, dan
Ditjen Bina Bangda. Pada kesempatan lain, rapat melibatkan KKP, Pushidrosal,
BIG, ORPA- BRIN, dan Biro Hukum Kemendagri.
Dari sejumlah rapat tersebut menghasilkan kesepakatan, yang
tetap menetapkan keempat pulau itu berada di wilayah administrasi Provinsi
Sumut.
Sementara itu, untuk menjawab beberapa aspirasi, Ditjen Bina
Adwil telah meminta kepada Pemda Aceh dan Sumut serta Tim Rupabumi yang terdiri
dari BIG, KKP, Dishidros TNI AL, dan pihak terkait lainnya untuk melihat
kondisi lapangan pulau-pulau yang dimaksud.
“Langkah ini dilakukan agar mendapat keterangan lebih jelas
untuk dipaparkan lebih lanjut. Adapun tim tersebut diminta berangkat melakukan
peninjauan pada minggu ini “, katanya. (Red)