Kadisperindag Aceh Ir Muhammad Tanwier Saat Menyampaikan Kinerja Dihadapan Pj. Gubernur Aceh. |
Banda Aceh - Diam-diam Aceh sudah menembus ekspor Kakao ke negeri
matahari terbit, Jepang, senilai
7.345,21 USD. Dalam bentuk kakao batangan, seberat 180 kg pada periode pertama tahun 2022,
demikian disampaikan Kadisperindag Aceh Ir. Muhammad Tanwier, Selasa, (23/05), di ruang kerjanya.
Pada periode berikutnya CV. Aceh Socolate mengekspor kembali bubuk kakao seberat 420 kg. Perusahaan yang berbasis di Kabupaten Pidie Jaya ini, menjadi satu-satunya perusahaan yang mampu mengekspor
produk jadi kakao dari Aceh. Selebihnya
kakao diekspor dalam bentuk biji melalui Pelabuhan Belawan.
“Memang ekspornya masih sedikit,”
ujar Munawar. seorang Staf Disperindag,
dia menyebut kecilnya jumlah ekport, tidak terlepas dari banyak pengusaha melakukan pengiriman melalui pelabuhan laut di Sumatera Utara.
Kakao menjadi andalan komoditi
ekspor Aceh selain kopi. Mata rantai perdagangan kakao di Aceh telah membentuk
sebuah siklus bisnis yang panjang. Dimulai dari para petani, pedagang pengumpul
hingga eksportir kakao.
Produksi kakao di Aceh mengalami
gangguan hebat, akibat serangan penyakit terhadap buah lebih sepuluh tahun
ini. Sebagian petani masih trauma dengan
tanaman kakao, hingga tidak mengurusnya lagi.
Tahun 2021 luas tanaman kakao di
Aceh mencapai 97.214 Ha, pada tahun 2020
Aceh masih memiliki kebun kakao 99.395 Ha. Ada sekitar 59,07 Ha merupakan perkebunan besar,
selebihnya perkebunan rakyat berdasarkan statistik perkebunan Aceh yang
dimiliki Disperindag Aceh.
Tanaman yang popular di Brazil
ini menjadi andalan petani di Aceh, terutama mereka yang berada di wilayah berdekatan
dengan pesisir. Tanaman kakao tumbuh subur di propinsi itu, mata rantai bisnisnya juga telah
membuka banyak lapangan kerja.
Tarmizi
Alhagu