Kuah Oen Murong Di Stand Bunda Indra |
Banda Aceh - Masih ingat
cerita Amat Ramanyang, ini cerita tempo dulu ibu-ibu di Banda Aceh dan Aceh
Besar. Biasanya ibu-ibu menceritakan kisah anak durhaka ini pada anaknya ketika
masih kecil.
Saya pun mendengar kisah ini dari
nenek saya waktu masih kecil di Lhok
Seumawe. Nah, biasanya setiap
kedatangan nenek dari Banda Aceh, kisah
Amat Ramanyang menjadi cerita wajib. Apalagi ketika kita tidak
menuruti perintah orang tua, selalu ditakuti dengan Amat Ramanyang.
Kisahnya begini, dahulu kala ada
seorang pemuda yang sangat miskin. Dia tinggal hanya bersama ibunya. Suatu hari
pemuda yang bernama Amat Ramanyang itu berkeinginan untuk mengubah nasib, maka
pergilah dia merantau dengan dibekali bu kulah (nasi bungkus) berisi sayur Oen
Murong (daun kelor) dan sebutir telur oleh ibunya.
Semenjak kepergian Amat
Ramanyang, sang ibu tinggal sendiri. Dia selalu berharap kepulangan anaknya,
kerinduan dan kesedihan berpisah dengan si buah
hati, mempercepat menuanya sang ibu. Rambutnya segera memutih, kulitnya berkerut dan makin menghitam diterpa sinar
matahari saat berladang.
Kepergian Amat Ramanyang merantau ke negeri yang jauh, bertahun-tahun tidak
pernah pulang. Ketika kembali ke negerinya, dia sudah
menjadi seorang yang sangat kaya. Amat Ramanyang membawa pulang seorang
istri yang sangat cantik, kapalnya
berlabuh di teluk Krueng Raya.
KIsah Amat Ramanyang pulang ini
pun sampai ke telinga ibunya. Maka wanita
itu yang kini sudah renta, dengan pakaian kumal, segera memasak kuah Oen Murong
kesukaan Amat Ramanyang. Diapun bergegas ke Teluk tempat kapal itu berlabuh.
Seorang pemuda desa memapah
wanita tua itu sampai ke pantai, di tangannya tergenggam sebungkus bu kulah
dengan sayur Oen Murong dan sebutir telur ayam. Dilihatnya di pantai banyak orang sedang
mengelu-elukan Amat Ramanyang.
Diapun diantar ketemu Amat
Ramanyang dengan sebuah sampan untuk bisa naik ke kapal. Wanita tua dari kejauhan melihat anaknya memakai
pakaian berkilau, layaknya pangeran melayu. Perahu itu bergegas sampai di kapal,
dinaikkan ibu itu sampai di hadapan Amat Ramanyang.
Saat keduanya bertemu, sang ibu ingin memeluk buah hatinya, tetapi Amat
Ramanyang menepis. Lelaki kaya itu mendorong wanita tua jatuh ke lantai. "Siapa kau wanita tua, kau bukan ibuku. Ibuku
tidak tua begini, ibuku tidak kotor begini, " ucapnya. Sang Ibu tua segera mengulurkan tangannya memberi bu kulah Kuah Oen Murong kesukaan Amat.
Bukannya menerima pemberian sang
Ibu, Amat Ramanyang malah menendang bu kulah itu jatuh ke laut. Sang ibu pun
menangis sedih, dia diantar kembali ke pantai dengan perahu. Ketika turun kedua tangan ibu tua menadah
ke langit, dia mengadu nasibnya kepada Yang Maha Kuasa.
Langit segera mendung, awan hitam
menyelimuti, petir bergelegar bergemuruh. Suasana segera berubah menyeramkan,
kapal Amat Ramanyang disambar petir hingga tenggelam ke laut. Bu kulah itu masih
hanyut, dan ketika semuanya kembali normal, perairan Krueng Raya telah berubah. Sebuah batu besar berbentuk Bu Kulah muncul di laut.
Gerai Potroe Food Bunda Indra Di PKA 8 |
Kuah Oen Murong itu kini
ditampilkan pada sebuah Stand Kuliner di PKA-8. Seorang wanita bernama Bunda
Indra menyajikan kuliner tradisional Aceh itu menjadi menu andalannya, dia memadukan kuah Oen Murong dengan masakan
daging.
Selama PKA berlangsung, Bunda
Indra mengaku mendapatkan omset diatas rata-rata. Di gerainya bisa
mendapatkan penjualan lebih 2 juta Rupiah setiap hari. Terkadang pembeli
hanya memesan kuah Oen Murong saja, dia pun membungkus dengan harga hanya 5 ribu Rupiah.
Oen Murong atau daun kelor
merupakan bahan obat herbal, mengkomsumsinya bisa menormalkan penyakit darah
tinggi. Orang Aceh biasanya mengkomsumsi Oen Murong untuk mendinginkan badan
ketika terasa panas.
(ADV)